(Badrul Tamam)
Abu Qudamah al-Syami adalah seorang
laki-laki yang Allah tanamkan kecintaan kepada jihad di jalan-Nya.
Beberapa peperangan melawan Romawi telah ia ikuti. Keberanian dan
kemahirannya dalam berperang tidaklah diragukan lagi.
Pada suatu hari Abu Qudamah duduk di masjid Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
menceritakan sebagian kisah perangnya. Orang-orang yang duduk di
majelisnya memintanya untuk menceritakan kisah paling menakjubkan yang
pernah ia jumpai di medan jihad. Kemudian mulailah ia menceritakan kisah
paling menyentuh dan menakjubkan yang pernah ia temui.
Pada suatu hari saat ia berangkat
berjihad menghadapi tentara Romawi, ia melewati kota Raqqah di pinggiran
sungai Farrat. Tujuannya ke sana untuk membeli beberapa ekor unta untuk
berjihad.
Saat berada di Raqqah, ada seorang
wanita mendatanginya. Wanita tadi mengabarkan, ia ingin bershadaqah
dengan rambutnya untuk jihad fi sabilillah. Ia telah memotong rambutnya
yang panjang, lalu ia keraskan dengan lumpur. Ia meminta Abu Qudamah
untuk menerima rambutnya tersebut untuk digunakan sebagai cemeti dan
tali kendali kuda para mujahid.
Wanita tadi memberitahukan, suaminya
telah berjihad dan menemui kesyahidan. Anak-anaknya juga demikian,
mereka berjihad dan telah menemui kesyahidan. Tidak tersisa dari anak
laki-lakinya kecuali seorang remaja yang baru berumur 15 tahun. Walau
umurnya masih kecil tapi ia rajin puasa dan shalat malam, hafal
Al-Qur'an, ahli berkuda dan pandai berperang. Anak tersebut adalah
remaja paling tampan dan paling shalih di antara anak remaja
seumurannya.
Abu Qudamah menunggu kedatangan remaja
tadi cukup lama, namun tak kunjung tiba. Lalu ia dan pasukannya
meninggalkan kota Raqqah untuk berjihad melawan pasukan Romawi.
Perjalanan tersebut memakan waktu berhari-hari. Di tengah perjalanan
tersebut, pasukan bertemu dengan remaja yang diceritakan wantia tadi.
Remaja mujahid tersebut berada di atas kudanya. Ia berbincang dengan Abu
Qudamah. Mengenalkan diri, ia anak wanita yang telah ditemuinya. Ayah
dan saudara-saudaranya telah lebih dulu berjumpa dengan Allah sebagai
syuhada'. Ia sangat ingin mendapatkan kesyahidan sebagaimana mereka.
Sebenarnya Abu Qudamah ingin menolak
anak tersebut karena usianya yang masih belia. Ia khawatir akan
keselamatannya. Tapi anak tadi terus mendesak agar bisa ikut berjhad
dengannya. Ia mengaku memahami trik perang Romawi dan pandai memanah,
hafal Al-Qur'an, memahami sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Ia menyampaikan ingin menjadi seorang syahid putra dari bapak yang syahid (Syahid bin Syahid).
Sang remaja mengabarkan kepada Abu
Qudamah bahwa ibunya menitipkan dirinya kepadanya. Sang bunda memintanya
agar bersungguh-sungguh mencari kesyahidan. Tidak boleh lari menghindar
dari orang kafir dan kabur dari medan perang. Hendaknya ia menghibahkan
dirinya kepada Allah dan memohon kepada-Nya supaya bisa berdampingan
dengan ayahnya, saudara-saudara dan pamannya.
Abu Qudamah terenyuh dengan apa yang
didengarnya. Ia meminta kepada sang anak untuk selalu bersamanya. Posisi
pasukan mujahidin sudah mendekati pasukan Romawi saat matahari
tenggelam. Saat itu pasukan mujahidin sedang berpuasa. Maka anak remaja
yang pandai berkuda itu memasakkan makanan berbuka untuk mereka.
Setelah semua usai maka anak remaja tadi
tidur sangat nyenyak. Abu Qudamah memandanginya. Tiba-tiba anak
tersebut tertawa di tengah tidurnya. Abu Qudamah pun memanggil
sehabat-sahabatnya untuk melihat anak yang tertidur sambil tertawa tadi
karena terheran-terheran dengan pemandangan tersebut.
Saat anak remaja terbangun, Abu Qudamah
dan para sahabatnya menanyakan perihal sebab tertawanya saat tidur. Ia
memberitahu mereka, ia telah bermimpi dalam tidurnya sehingga membuatnya
tertawa.
Ia menceritakan, telah bermimpi berada
di taman yang hijau. Di tengah-tengahnya terdapat istana dari emas dan
perak. Di dalam istana tersebut terdapat gadis-gadis cantik yang wajah
mereka laksana bulan. Saat mereka melihatnya, mereka menghampirinya
untuk menyambutnya. Lalu ia mengulurkan tangannya kepada salah seorang
dari mereka. Namun mereka berkata kepadanya, "Jangan terburu-buru.
Sesungguhnya kamu itu suami bagi wanita yang diridhai, ia berada di
dalam istana."
Kemudian ia naik ke dalam istana, ia
melihat gadis yang wajahnya laksana matahari. Kecantikannya membuat mata
terbelalak dan kesemsem padanya. Gadis itu memberitahu, remaja itu
untuk dirinya dan dirinya untuk remaja tersebut. Saat remaja tadi
mengulurkan tangannya kepadanya, ia berkata padanya: "Jangan buru-buru.
Waktu yang dijanjikan antara aku dan engkau adalah besok saat shalat
Zuhur. Maka bergembiralah!"
Keesokan harinya, di pagi-pagi buta
pasukan mujahidin bertemu dengan pasukan Romawi. Peperangan pun pecah.
Romawi menggempur pasukan mujahidin. Remaja penunggang kuda bersama
saudara-saudaranya dari kalangan mujahidin memberikan perlawanan yang
tak kalah kuatnya. Khususnya remaja tersebut, ia berperang dengan penuh
keberanian sampai berhasil membunuh cukup banyak dari pasukan lawan.
Peperangan berlangsung cukup lama. Jatuh korban dari dua pihak. Namun, peperangan berakhir dengan kemenangan kaum muslimin.
Abu Qadamah mulai mencari keberadaan
remaja penunggang kuda. Saat ditemukan ia dalam kondisi terluka. Darah
mengucur dari badannya. Sementara debu menutupi tubuhnya.
Saat menghampirinya, sang remaja
menuturkan bahwa mimpinya benar-benar terbukti. Seorang bidadari yang ia
lihat dalam mimpinya berdiri di sisi kepalanya menunggu ruhnya keluar.
Remaja tersebut meminta Abu Qudamah agar
membawa bajunya yang berlumuran darah kepada ibunya. Supaya beliau tahu
bahwa anaknya tidak menyia-nyiakan wasiatnya. Lalu ia mengucapkan dua
kalimat syahadat dan ruhnya keluar. Ia berjumpa dengan Allah sebagai
syahid. Para mujahidin mengafaninya dengan bajunya, lalu menguburkannya
di tempatnya.
Abu Qudamah kembali ke Raqqah. Ia lewat
di depan rumah wanita, ibu remaja syahid. Ia berjumpa dengan adik
wanitanya yang berdiri di depan pintu rumahnya menanyakan kepada
mujahidin yang baru datang tentang kabar saudaranya yang ikut berjihad.
Kemudian Abu Qudamah minta izin untuk bisa berbicara dengan ibunya.
Sang ibu keluar. Saat melihat Abu
Qudamah, ia berkata kepadanya: "Wahai Abu Qudamah, engkau datang untuk
berbela sungkawa atau menyampaikan kabar gembira?"
Abu Qudamah menjawab, "Apa beda antara kabar gembira dan bela sungkawa?"
Wanita tersebut menjawab, "Jika anakku
pulang bersama kalian dalam keadaan selamat berarti engkau sedang
berbela sungkawa. Jika anakku terbunuh sebagai syahid fi sabilillah
berarti engkau datang memberi kabar gembira."
Abu Qudamah berkata kepadanya,
"Bergembiralah, sesungguhnya Allah telah menerima hadiahmu, anakmu telah
berjumpa dengan Allah sebagai syahid."
Sang ibu sangat gembira dan berkata,
"Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah Yang telah menjadikannya sebagai
simpanan bagiku pada hari kiamat." Wallahu Ta'ala A'lam.
[PurWD/voa-islam.com]
* Kisah antara Abu Qudamah dengan wanita
yang jujur imannya dan sangat sabar ini terdapat dalam Kitab Masyari'
al-Asywaq, Syaikh Ahmad bin Ibrahim bin al-Nuhhasal-Dimasyqi
al-Dimyathi, gugur sebagai syahid pada tahun: 814 Hijriyah: I/258-290.
Kisah ini juga disebutkan Imam Ahmad bin al-Jauzi al-Dimasyqi dalam
kitabnya: Suuq al-'Arusy wa Uns al-Nufus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar