TA’RIF/PENGERTIAN ISTIHADHAH
Di kalangan wanita ada yang mengeluarkan darah dari farji-nya di luar
kebiasaan bulanan dan bukan karena sebab kelahiran. Darah ini
diistilahkan darah istihadlah. Al Imam An Nawawi rahimahullah dalam
Syarah-nya terhadap Shahih Muslim mengatakan : “Istihadlah adalah darah
yang mengalir dari kemaluan wanita bukan pada waktunya dan keluarnya
dari urat.” (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi 4/17. Lihat pula Fathul
Bari 1/511)
Al Imam Al Qurthubi rahimahullah mensifatkannya dengan darah segar
yang di luar kebiasaan seorang wanita disebabkan urat yang terputus
(Lihat Jami’ li Ahkamil Qur’an 3/57)
As Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah memberikan
definisi istihadlah dengan darah yang terus menerus keluar dari seorang
wanita dan tidak terputus selama-lamanya atau terputus sehari dua hari
dalam sebulan. Dalil keadaan yang pertama (darahnya tidak terputus
selama-lamanya) dibawakan Al Imam Al Bukhari dalam Shahihnya dari hadits
Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata :
“Berkata Fathimah bintu Abi Hubaisy kepada Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam : ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tidak pernah
suci… .’ “ (HR. Bukhari no. 306, 328, dan Muslim 4/16-17) Dalam riwayat
lain : ‘Aku istihadlah tidak pernah suci… .’
Adapun dalil keadaan kedua adalah hadits Hamnah bintu Jahsyin
radhiallahu ‘anha ketika dia datang kepada Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam dan mengadukan keadaan dirinya :
“Aku pernah ditimpa istihadlah (darah yang keluar) sangat banyak dan
deras… .” (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan dishahihkannya. Dinukilkan
dari Al Imam Ahmad akan penshahihan beliau terhadap hadits ini dan dari
Al Imam Al Bukhari penghasanannya)
(Lihat Kitab Asy Syaikh Al Utsaimin rahimahullah : Risalah fid Dima’ith Thabi’iyyah Lin Nisa’ halaman 40)
PERBEDAAN ANTARA DARAH HAID DAN DARAH ISTIHADLAH
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam diadukan oleh Hamnah
radhiallahu ‘anha tentang istihadlah yang menimpanya, beliau berkata :
“Yang demikian hanyalah satu gangguan/dorongan dari setan.”
Atau dalam riwayat Shahihain dari hadits Fathimah bintu Abi Hubaisy, beliau mengatakan tentang istihadlah :
“Yang demikian itu hanyalah darah dari urat bukan haid.”
Hal ini menunjukkan bahwa istihadlah tidak sama dengan haid yang
sifatnya alami, artinya mesti dialami oleh setiap wanita yang normal
sebagai salah satu tanda baligh. Namun istihadlah adalah satu penyakit
yang menimpa kaum hawa dari perbuatannya syaithan yang berjalan di tubuh
anak Adam seperti jalannya darah. Syaithan ingin memberikan keraguan
terhadap anak Adam dalam pelaksanaan ibadahnya dengan segala cara. Kata
Al Imam As Shan’ani dalam Subulus Salam (1/159) : “Makna sabda Nabi :
(‘Yang demikian hanyalah satu dorongan/gangguan dari syaithan’) adalah
syaithan mendapatkan jalan untuk membuat kerancuan terhadapnya dalam
perkara agamanya, masa sucinya dan shalatnya hingga syaithan
menjadikannya lupa terhadap kebiasaan haidnya.”
Al Imam As Shan’ani melanjutkan : “Hal ini tidak menafikkan sabda
Nabi yang mengatakan bahwa darah istihadlah dari urat yang dinamakan
‘aadzil karena dimungkinkan syaithan mendorong urat tersebut hingga
terpancar darah darinya.” (Subulus Salam 1/159)
Keberadaan darah istihadlah bersama darah haid merupakan suatu
masalah yang rumit, kata Ibnu Taimiyyah, hingga harus dibedakan antara
keduanya. Caranya bisa dengan ‘adat (kebiasaan haid) atau dengan tamyiz
(membedakan sifat darah).
Perbedaan antara darah istihadlah dengan darah haid adalah darah haid
merupakan darah alami, biasa dialami wanita normal dan keluarnya dari
rahim sedangkan darah istihadlah keluar karena pecahnya urat, sifatnya
tidak alami (tidak mesti dialami setiap wanita) dan keluarnya dari urat
yang ada di sisi rahim. Ada perbedaan lain dari sifat darah haid bila
dibandingkan dengan darah istihadlah :
- Perbedaan warna. Darah haid umumnya hitam sedangkan darah istihadlah umumnya merah segar.
- Kelunakan dan kerasnya. Darah haid sifatnya keras sedangkan istihadlah lunak.
- Kekentalannya. Darah istihadlah mengental sedangkan darah haid sebaliknya.
- Aromanya. Darah haid beraroma tidak sedap/busuk.
KEADAAN WANITA YANG ISTIHADLAH
Wanita yang istihadlah ada beberapa keadaan :
Pertama : Dia memiliki kebiasaan haid yang tertentu sebelum ia
ditimpa istihadlah. Hingga tatkala keluar darah dari kemaluannya untuk
membedakan apakah darah tersebut darah haid atau darah istihadlah, ia
kembali kepada kebiasaan haidnya yang tertentu. Dia meninggalkan shalat
dan puasa di hari-hari kebiasaan haidnya dan berlaku padanya hukum-hukum
wanita haid, adapun di luar kebiasaan haidnya bila keluar darah maka
darah tersebut adalah darah istihadlah dan berlaku padanya hukum-hukum
wanita yang suci.
Misalnya : Seorang wanita haidnya datang selama enam hari di tiap
awal bulan. Kemudian dia ditimpa istihadlah dimana darahnya keluar
terus-menerus. Maka cara dia menetapkan apakah haid dan istihadlah
adalah enam hari yang awal di tiap bulannya adalah darah haid sedangkan
selebihnya adalah darah istihadlah. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah
radhiallahu ‘anha yang mengabarkan kedatangan Fathimah bintu Abi Hubaisy
guna mengadu kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tidak suci maka apakah aku harus
meninggalkan shalat?” Nabi menjawab : “(Tidak, engkau tetap mengerjakan
shalat). Itu hanyalah darah karena terputusnya urat. Apabila datang saat
haidmu tinggalkanlah shalat dan bila telah berlalu hari-hari yang
engkau biasa haid, cucilah darahmu dan setelah itu shalatlah.”
Dalam Shahih Muslim disebutkan bahwasannya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkata kepada Ummu Habibah bintu Jahsyin :
“Diamlah engkau (tinggalkan shalat) sekadar hari-hari haidmu kemudian mandilah dan setelah itu shalatlah.” (HR. Muslim 4/25-26)
Dengan demikian, wanita yang keadaannya seperti ini dia meninggalkan
shalat di hari-hari kebiasaan haidnya kemudian dia mandi, setelah itu ia
boleh mengerjakan shalat dan tidak usah mempedulikan darah yang keluar
setelah itu karena darah tersebut adalah darah istihadlah dan dia
hukumnya sama dengan wanita yang suci.
Keadaan kedua : Wanita itu tidak memiliki kebiasaan haid yang
tertentu sebelum ia ditimpa istihadlah namun ia bisa membedakan darah.
Maka untuk membedakan antara darah haid dan darah istihadlah ialah
memakai cara tamyiz (membedakan darah). Darah haid dikenal dengan
warnanya yang hitam dan beraroma tidak sedap, bila dia dapatkan demikian
maka berlaku padanya hukum-hukum haid sedangkan di luar dari itu
berarti dia istihadlah.
Misalnya seorang wanita melihat darah keluar dari kemaluannya
terus-menerus, akan tetapi sepuluh hari yang awal dia melihat darahnya
hitam sedangkan selebihnya berwarna merah, atau sepuluh hari awal berbau
darah haid selebihnya tidak berbau, berarti sepuluh hari yang awal itu
dia haid, selebihnya istihadlah, berdasarkan ucapan Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam kepada Fathimah bintu Abi Hubaisy :
“Apabila darah itu darah haid maka dia berwarna hitam yang dikenal.
Apabila demikian berhentilah dari shalat. Namun bila bukan demikian
keadaannya berwudlulah dan shalatlah.” (HR. Abu Daud, An Nasa’i, dan
lain-lain. Dishahihkan oleh As Syaikh Al Albani rahimahullah, lihat
keterangannya dalam shahih Abu Daud 283, 284)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar